Selamat Datang di Blog Campur Aduk

Rabu, 01 Januari 2014

Jenis-Jenis Aktivitas Belajar

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Untuk meningkatkan hasil belajar dalam bentuk pengaruh intruksional dan untuk mengarahkan pengaruh pengiring terhadap hal-hal positif dan berguna bagi siswa, guru harus pandai memilih isi pengajaran serta bagaimana proses belajar itu harus dikelola dan dilaksanakan di sekolah.
Dalam kegiatan belajar mengajar terdapat dua hal yang ikut menentukan keberhasilannya, yakni pengaturan proses belajar mengajar dan pengajaran itu sendiri yang keduanya mempunyai ketergantungan. Kemampuan mengatur proses belajar mengajar yang baik akan menciptakan situasi yang akan memungkinkan anak belajar sehingga mencapai titik awal keberhasilan pengajaran.
Untuk menciptakan suasana yang menumbuhkan gairah belajar dan meningkatkan prestasi belajar siswa, mereka membutuhkan pengorganisasian proses belajar yang baik. Proses belajar mengajar merupakan suatu rentetan kegiatan guru untuk menumbuhkan dan mempertahankan organisasi proses belajar mengajar yang efektif. Maka dari itu, dalam makalah ini akan dibahas tentang apa itu definisi dari belajar dan masalah jenis-jenis belajar dan jenis-jenis serta kegiatan-kegiatan aktivitas belajarnya.

BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Belajar
Menurut pengertian secara psikologis, belajar merupakan suatu proses perubahan yaitu perubahan tingkah laku sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Perubahan-perubahan tersebut akan nyata dalam seluruh aspek tingkah laku.
Pengertian belajar dapat didefinisikan sebagai berikut: “ Belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dalam lingkungannya”.[1]
B.     Jenis-jenis Belajar
Dalam proses belajar dikenal adanya bermacam-macam kegiatan yang memiliki corak yang berbeda antara satu dengan lainnya, baik dalam aspek materi dan metodenya maupun dalam aspek tujuan dan perubahan tingkah laku yang diharapkan. Keanekaragaman jenis belajar ini muncul dalam dunia pendidikan sejalan dengan kebutuhan kehidupan manusia yang juga bermacam-macam.[2]Oleh karena itu, jenis-jenis belajar akan diuraikan seperti berikut ini:
1.      Belajar Abstrak
Belajar abstrak ialah belajar yang menggunakan cara-cara berpikir abstrak. Tujuannya adalah untuk memperoleh pemahaman dan pemecah masalah-masalah yang tidak nyata.
2.      Belajar Keterampilan
Belajar keterampilan adalah belajar dengan menggunakan gerakan-gerakan motorik yakni yang berhubungan dengan urat-urat syaraf dan otot-otot neorumuscular. Tujuannya adalah memperoleh dan menguasai keterampilan jasmaniah tertentu.
3.      Belajar Sosial
Belajar sosial pada dasarnya adalah belajar memahami masalah-masalah dan teknik-teknik untuk memecahkan masalah tersebut. Tujuannya adalah untuk menguasai pemahaman dan kecakapan dalam memecahkan masalah-masalah sosial seperti masalah keluarga, masalah persahabatan, masalah kelompok, dan masalah-masalah lain yang bersifat kemasyarakatan.
Selain itu, belajar sosial juga bertujuan untuk mengatur dorongan nasehat pribadi demi kepentingan bersama dan memberi peluang kepada orang lain atau kelompok lain untuk memenuhi kebutuhannya secara berimbang dan proposional.[3]
4.      Belajar Pemecahan Masalah
Belajar pemecahan masalah pada dasarnya adalah belajar menggunakan metode-metode ilmiah atau berpikir secara sistematis, logis, teratur, dan teliti. Tujuannya ialah untuk memperoleh kemampuan dan kecakapan kognitif untuk memecahkan masalah secara rasional, lugas, dan tuntas.
5.      Belajar Rasional
Belajar rasional adalah belajar dengan menggunakan kemampuan berpikir secara logis dan rasional ( sesuai dengan akal sehat ). Tujuannya ialah untuk memperoleh aneka ragam kecakapan menggunakan prinsip-prinsip dan konsep-konsep.
Jenis belajar ini sangat erat kaitannya dengan belajar pemecahan masalah. Dengan belajar rasional, siswa diharapkan memiliki  kemampuan rational problem solving, yaitu kemampuan memecahkan masalah dengan menggunakan pertimbangan dan strategi akal sehat, logis, dan sistematis.[4]
6.      Belajar Kebiasaan
Belajar kebiasaan adalah proses pembentukan kebiasaan-kebiasaan baru atau perbaikan kebiasaan-kebiasaan yang telah ada. Balajar kebiasaan, selain menggunakan perintah, suri teladan dan pengalaman khusus, juga menggunakan hukuman dan ganjaran. Tujuannya agar siswa memperoleh sikap-sikap dan kebiasaan-kebiasaan perbuatan baru yang lebih tepat dan positif dalam arti selaras dengan kebutuhan ruang dan waktu ( kontekstual ).[5]
7.      Belajar Apresiasi
Belajar apresiasi adalah belajar mempertimbangkan ( judgment ) arti penting atau nilai suatu objek. Tujuannya adalah agar siswa memperoleh dan mengembangkan kecakapan ranah rasa (affective skill) yang dalam hal ini kemampuan menghargai secara tepat terhadap nilai objek tertentu misalnya apresiasi sastra, apresiasi musik, dan sebagainya.
8.      Belajar Pengetahuan
Belajar pengetahuan (studi) ialah belajar dengan cara melakukan penyelidikan mendalam terhadap objek pengetahuan tertentu. Studi ini juga dapat diartikan sebagai sebuah program belajar terencana untuk menguasai materi pelajaran dengan melibatkan kegiatan investigasi dan eksperimen. Tujuan belajar pengetahuan ialah agar siswa memperoleh atau menambah informasi dan pemahaman terhadap pengetahuan tertentu yang biasanya lebih rumit dan memerlukan kiat khusus dalam mempelajarinya, misalnya dengan menggunakan alat-alat laboratorium dan penelitian lapangan.[6]
9.      Belajar bagian ( part learning, fractioned leraning )
Umumnya belajar bagian dilakukan oleh seseorang bila ia dihadapkan pada materi belajar yang bersifat luas atau ekstensif, misalnya mempelajari sajak ataupun gerakan-gerakan mototis seperti bermain silat.[7]
10.  Belajar dengan wawasan ( learning by insight )
Konsep ini diperkenalkan oleh W. Kohler, salah seorang tokoh Psikologi Gestalt pada permulaaan tahun 1971. Menurut Gestalt teori wawasan merupakan proses mengorganisasikan pola-pola tingkah laku yang telah terbentuk menjadi salah satu tingkah laku yang ada hubungannya dengan penyelesaian suatu persoalan.[8]
11.  Belajar diskriminatif ( discriminatif learning )
Belajar diskriminatif diartikan sebagai suatu usaha untuk memilih beberapa sifat situasi/stimulus dan kemudian menjadikannya sebagai pedoman dalam bertingkah laku.
12.  Belajar global/keseluruhan ( global whole learning )
Disini bahan pelajaran dipelajari secara keseluruhan berulang sampai pelajar menguasainya; lawan dari belajar bagian. Metode belajar global sering juga disebut metode Gestalt. [9]
13.  Belajar insidental ( incidental learning )
Konsep ini bertentangan dengan anggapan bahwa belajar itu selalu berarah-tujuan ( intensional ). Sebab dalam belajar insidental pada individu tidak sama sekali kehendak untuk belajar. Atas dasar ini maka untuk kepentingan penelitian, disusun perumusan operasional sebagai berikut: belajar disebut insidental bila tidak ada intruksi atau petunjuk yang diberikan pada individu mengenai materi belajar yang akan diujikan kelak, dalam kehidupan sehari-hari belajar insidental ini merupakan hal yang sangat penting.[10]
14.  Belajar instrumental ( instrumental learning )
Pada belajar instrumental, reaksi-reaksi seseorang siswa yang diperlihatkan diikuti oleh tanda-tanda yang mengarah pada apakah siswa tersebut akan mendapat hadiah, hukuman, berhasil atau gagal. Oleh karena itu cepat atau lambatnya seseorang belajar dapat diatur dengan jalan memberikan penguat ( reinforcement ) atas dasar tingkat-tingkat kebutuhan.
Dalam hal ini maka salah satu bentuk belajar instrumental yang khusus adalah “ pembentukan tingkah laku”. Di sini individu diberi hadiah bila ia bertingkah laku sesuai dengan tingkah laku yang dikehendaki, dan sebaliknya ia dihukum bila memperlihatkan tingkah laku yang tidak sesuai dengan yang dikehendaki. Sehingga akhirnya akan terbentuk tingkah laku tertentu.
15.  Belajar intensional (intentional learning )
Belajar dalam arah tujuan, merupakan lawan dari belajar insidental.
16.  Belajar laten ( latent learning )
Dalam belajar laten, perubahan-perubahan tingkah laku yang terlihat tidak terjadi secara segera, dan oleh karena itu disebut laten.[11]
17.  Belajar mental ( mental learning )
Perubahan kemungkinan tingkah laku yang terjadi di sini tidak nyata terlihat, melainkan hanya berupa perubahan proses kognitif karena ada bahan yang dipelajari. Ada tidaknya belajar mental ini sangat jelas terlihat pada tugas-tugas yang sifatnya mototis, sehingga perumusan operasional juga menjadi sangat berbeda. Ada yang mengartikan belajar mental sebagai belajar dengan cara melakukan observasi dari tingkah laku orang lain, membayangkan gerakan-gerakan orang lainn dan lain-lain.
18.  Belajar produktif ( productive learning )
R. Berguis ( 1964 ) memberikan arti belajar produktif sebagai belajar dengan transfer yang maksimum. Belajar adalah mengatur kemungkinan untuk melakukan transfer tingkah laku dari satu situasi ke situasi lain. Belajar disebut produktif bila individu mampu mentransfer prinsip penyelesaian satu persoalan dalam situasi ke siatuasi lain.
19.  Belajar verbal ( verbal learning )
Belajar verbal adalah belajar mengenai materi verbal dengan melalui latihan dan ingatan. Dasar dari belajar verbal diperlihatkan dalam eksperimen klasik dari Ebbinghaus. Sifat eksperimen ini meluas dari belajar asosiatif mengenai hubungan dua kata yang tidak bermakna sam[pai pada belajar dengan wawasan mengenai penyelesaian persoalan yang kompleks yang harus diungkapkan secara verbal.[12]
20.  Belajar  Kognitif
Tak dapat dsisangkal bahwa belajar kognitif bersentuhan dengan masalah mental. Objek-objek yang diamati dihadirkan dalam diri seseorang melalui tanggapan, gagasan, atau lambang yang merupakan sesuatu bersifat mental. Dalam belajar kognitif, objek-objek yang ditanggapi tidak hanya yang bersifat materiil, tetapi juga bersifat tidak materil.
Belajar kognitif penting dalam belajar. Dalam belajar, seseorang tidak bisa melepaskan diri dari kegiatan belajar kognitif. Mana bisa kegiatan mental tidak berproses ketika memberikan tanggapan terhadap objek-objek yang diamati. Sedangkan belajar itu sendiri adalah proses mental yang bergerak ke arah perubahan. [13]
21.  Belajar teoritis
Bentuk belajar ini bertujuan untuk menempatkan semua data dan fakta ( pengetahuan ) dalam suatu kerangka organisasi mental, sehingga dapat dipahami dan digunakan untuk memecahkan problem, seperti terjadi dalam bidang-bidang studi ilmiah. Maka, diciptakan konsep-konsep, relasi-relasi diantara konsep-konsep dan struktur-struktur hubungan.[14]
22.  Belajar konsep
Konsep atau pengertian adalah satuan arti yang mewakili sejumlah objek yang mempunyai ciri-ciri yang sama. Orang yang memiliki konsep mampu mengadakan abstraksi terhadap objek-objek yang dihadapi, sehingga objek ditempatkan dalam golongan tertentu. Objek-objek dihadirkan dalam kesadaran orang dalam bentuk representasi mental tak berperaga.
Konsep sendiri pun dapat dilambangkan dalam bentuk suatu kata (lambang bahasa). Akhirnya, belajar konsep adalah berpikir dalam konsep dan belajar pengertian. Taraf ini adalah taraf komprehensif, taraf kedua dalam taraf berpikir. Taraf pertamanya adalah taraf pengetahuan, yaitu belajar reseptif atau menerima.[15]
23.  Belajar kaidah
Belajar kaidah ( rule ) termasuk jenis belajar kemahiran intelektual ( intelectual skill ) yang dikemukan oleh Gagne. Belajar kaidah adalah bila dua konsep atau lebih dihubungkan satu sama lain, terbentuk suatu ketentuan yang mempresentasikan suatu keteraturan. Kaidah adalah suatu pegangan yang tidak dapat diubah-ubah. Kaidah merupakan suatu representasi ( gambaran ) mental dari kenyataan hidup dan sangat berguna dalam mengatur kehidupan sehari-hari.
Hal ini berarti bahwa kaidah merupakan suatu keteraturan yang berlaku sepanjang masa. Oleh karena itu, belajar kaidah sangat penting bagi seseorang sebagai salah satu upaya penguasaan ilmu selama belajar di sekolah atau di perguruan tinggi ( universitas ).[16]
24.  Belajar keterampilan motorik ( motor skill )
Dalam kehidupan manusia, keterampilan motorik memegang peranan sangat pokok. Seorang anak kecil sudah harus menguasai berbagai keterampilan motorik. Pada waktu masuk sekolah dasar, anak memperoleh keterampilan-keterampilan baru, seperti menulis dengan memegang alat tulis dan membuat gambar-gambar; keterampilan-keterampilan ini menjadi bekal dalam perkembangan kognitifnya.[17]
25.  Belajar estetis
Bentuk belajar ini bertujuan membentuk kemampuan menciptakan dan menghayati keindahan dalam berbagai bidang kesenian.[18]
C.    Aktivitas-aktivitas Belajar
Belajar bukanlah berproses dalam kehampaan, tidak pula pernah sepi dari berbagai aktivitas. Tidak pernah terlihat orang yang belajar tanpa melibatkan aktivitas raganya. Apalagi bila akativitas belajar itu berhubungan dengan masalah belajar menulis, mencatatat, memandang, membaca, mengingat, berpikir, latihan atau praktek, dan sebagainya.[19] Oleh karena itulah, berikut ini dibahas beberapa aktivitas belajar, sebagai berikut:
1.      Mendengarkan
Mendengarkan adalah salah satu aktivitas belajar. Setiap orang yang belajar di sekolah pasti ada aktivitas mendengarkan. Ketika seorang guru menggunakan metode ceramah, maka setiap siswa atau mahasiswa diharuskan mendengarkan apa yang guru ( dosen ) sampaikan. Menjadi pendengar yang baik dituntut dari mereka, di sela-sela ceramah itu, ada aktivitas mencatat hal-hal yang dianggap penting.
Aktivitas mendengarkan adalah aktivitas belajar yang diakui kebenarannya dalam dunia pendidikan dan pengajaran dalam pendidikan formal persekolahan, ataupun non-formal. Apabila dalam kerangka pemerataan pendidikan, maka anak-anak tuna rungu perlu diperhatikan secara intensif agar tidak ada lagi penyakit kebodohan. Itulah nilai strategis aktivitas mendengarkan dalam belajar.[20]
2.      Memandang
Memandang adalah mengarahkan penglihatan ke suatu objek. Aktivitas memandang berhubungan erat dengan mata, karena dalam memandang itu matalah yang memegang peranan penting. Tanpa mata tidak mungkin terjadi aktivitas memandang dapat dilakukan. Tapi perlu diingat bahwa tidak semua aktivitas memandang berarti belajar. Aktivitas memandang dalam arti belajar di sini adalah aktivitas memandang yang bertujuan sesuai dengan kebutuhan untuk mengadakan perubahan tingkah laku yang positif.
Aktivitas memandang tanpa tujuan bukanlah termasuk perbuatan belajar. Meski pandangan tertuju pada suatu objek, tetapi tidak adanya tujuan yang ingin dicapai, maka pandangan yang demikian tidak termasuk belajar.[21]
3.      Meraba, membau, dan mencicipi/mengecap
Aktivitas meraba, membau dan mengecap adalah indra manusia yang dapat dijadikan sebagai alat untuk kepentingan belajar. Artinya aktivitas meraba, membau dan mengecap dapat memberikan kesempatan bagi seseorang untuk belajar, tentu saja aktivitasnya harus disadari oleh tujuan. Dengan demikian, aktivitas-aktivitas meraba, aktivitas membau, ataupun aktivitas mengecap dapat dikatakan belajar, apabila semua aktivitas itu didorong oleh kebutuhan, motivasi untuk mencapai tujuan dengan menggunakan situasi tertentu untuk memperoleh perubahan tingkah laku.[22]
4.      Menulis atau mencatat
Menulis atau mencatat merupakan kegiatan yang tidak terpisahkan dari aktivitas belajar. Perlu diketahui bahwa tidak setiap mencatat adalah belajar. Aktivitas mencatat yang bersifat menurut, menciplak atau mengcopy tidak dapat dikatakan sebagai aktivitas belajar. Mencatat yang termasuk sebagai aktivitas belajar yaitu apabila dalam mencatat itu orang menyadari kebutuhan dan tujuannya, serta menggunakan seperangkat tertentu agar catatan itu nantinya berguna bagi pencapaian tujuan belajar.
5.      Membaca
Aktivitas membaca adalah aktivitas yang paling banyak dilakukan selama belajar di sekolah atau di perguruan tinggi. Kalau belajar adalah untuk mendapatkan ilmu pengetahuan, maka membaca adalah jalan menuju ke pintu ilmu pengetahuan. Ini berarti untuk mendapatkan ilmu pengetahuan tidak ada cara lain yang harus dilakukan kecuali memperbanyak membaca. Kalau begitu membaca identik dengan mencari ilmu pengetahuan agar menjadi cerdas, dan mengabaikannya berarti kebodohan.[23]
6.      Membuat ikhtisar atau ringkasan dan menggarisbawahi
Banyak orang yang merasa terbantu dalam belajarnya karena menggunakan ikhtisar-ikhtisar materi yang dibuatnya. Ikhtisar atau ringkasan ini memang dapat membantu dalam hal mengingat atau mencari kembali materi dalam buku untuk masa-masa yang akan datang. Untuk keperluan belajar yang intensif, bagaimanapun juga hanya membuat ikhtisar adalah belum cukup. Sementara membaca, pada hal-hal yang penting perlu diberi garis bawah ( underlining ). Hal ini sangat membantu dalam usaha menemukan kembali materi itu di kemudian hari, bila diperlukan.
7.      Mengamati tabel-tabel, diagram-diagram dan bagan-bagan
Dalam buku ataupun di lingkungan lain sering dijumpai tabel-tabel, diagram, ataupun bagan-bagan. Materi non-verbal semacam ini sangat berguna bagi seseorang dalam mempelajari materi yang relevan. Demikian pula gambar-gambar, peta-peta, dan lain-lain dapat menjadi bahan ilustratif yang membantu pemahaman seseorang tentang sesuatu hal. Semua tabel-tabel, diagram-diagram, dan bagan dihadirkan di buku tidak lain adalah dalam rangka memperjelas penjelasan yang penulis uraikan.[24]
8.      Menyusun paper atau kertas kerja
Bila pembicaraan ini memasalahkan penyusunan paper, maka hal ini berhubungan erat dengan masalah tulis menulis. Penulisan yang baik sesuai dengan prosedur ilmiah dituntut dalam penulisan paper ini. Penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar menurut ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (EYD) dituntut, sehingga menghasilkan karya tulis yang bermutu tinggi.
Dalam menyusun paper tidak bisa sembarangan, tetapi harus metodologis dan sistematis. Metodologis artinya menggunakan metode menggunakan metode-metode tertentu dalam penggarapannya. Sistematis artinya menggunakan kerangka pikir yang logis dan kronologis.[25]
9.      Mengingat
Mengingat merupakan gejala psikologis. Untuk mengetahui bahwa seseorang sedang mengingat sesuatu, dapat dilihat dari sikap dan perbuatannya. Perbuatan mengingat dilakukan bila seseorang sedang mengingat-ingat kesan yang telah dipunyai.
Ingatan itu sendiri adalah kemampuan jiwa untuk memasukkan (learning), menyimpan (retention), dan menimbulkan kembali (remembering) hal-hal yang telah lampau. Jadi, mengenai ingatan tersebut ada tiga fungsi, yaitu: memasukkan, menyimpan, dan mengangkat kembali ke alam sadar. Mengingat adalah salah satu aktivitas belajar. Tidak ada seorang pun yang tidak pernah mengingat dalam belajar.[26]
10.  Berpikir
Berpikir adalah termasuk aktivitas belajar. Dengan berpikir orang memperoleh penemuan baru, setidak-tidaknya orang menjadi tahu tentang hubungan antara sesuatu. Berpikir bukanlah sembarang berpikir, tetapi ada taraf tertentu, dari taraf berpikir yang rendah sampai taraf berpikir yang tinggi.[27]
11.  Latihan atau praktek
Learning by doing adalah konsep belajar yang menghendaki adanya penyatuan usaha mendapatkan kesan-kesan dengan cara berbuat, belajar sambil berbuat dalam hal ini termasuk latihan, latihan termasuk cara yang baik untuk memperkuat ingatan.[28]
D.    Jenis-jenis dan Bentuk Kegiatan Belajar Aktif
Kegiatan-kegiatan belajar apa yang dapat dilakukan oleh para siswa. Dalam Model Satuan Pelajaran (MSP) guru dituntut untuk merumuskan sejumlah pokok kegiatan belajar mengajar. Guru dapat merumuskannya sesuai dengan kebutuhan siswa, bertitik tolak dari tingkah laku siswa, dan bermaksud mencapai tujuan intruksional khusus dan materi pelajaran yang akan disampaikan.
Dalam uraian berikut ini disajikan beberapa klasifikasi kegiatan belajar mengajar yang dapat atau seharusnya dilakukan oleh siswa.
Curiculum Guiding Comitte of the Winscosin Co-Operative Educational Planning Program telah mengadakan klasifikasi tentang kegiatan-kegiatan belajar sebagai berikut:
1.      Kegiatan penyelidikkan: membaca, berwawancara, mendengarkan radio, menonton film, dan avlat-alat AVA lainnya.
2.      Kegiatan penyajian: laporan, panel dan round table dis-cussion, mempertunjukkan visual aid, membuat grafik dan chart.
3.      Kegiatan latihan mekanis digunakan bila kelompok menemui kesulitan sehingga perlu diadakan ulangan-ulangan dan pelatihan.
4.      Kegiatan apresiasi: mendengarkan musik, membaca, menyaksikan gambar.
5.      Kegiatan observasi dan mendengarkan: membentuk alat-alat dari murid sebagai alat bantu belajar.
6.      Kegiatan ekspresi kreatif: pekerjaan tangan, menggambar, menulis, bercerita, bermain, membuat sajak, bernyanyi, dan bermain musik.
7.      Bekerja dalam kelompok: pelatihan dalam tata kerja demokratis, pembagian kerja antara kelompok dalam melaksanakan rencana.
8.      Pecobaan: belajar mencobakan cara-cara mengerjakan sesuatu, kerja laboratorium dengan menekankan perlengkapan-perlengkapan yang dapat dibuat oleh murid di samping perlengkapan-perlengkapan yang telah tersedia.[29]
9.      Kegiatan mengorganisasikan dan menilai: diskriminasi, menyeleksi, mengatur dan menilai pekerjaan yang dikerjakan oleh mereka sendiri.
Paul D. Diedrich membagi kegiatan belajar ke dalam delapan kelompok, yaitu:
1.      Kegiatan visual: membaca, melihat gambar, mengamati eksperimen, mengamati demostrasi dan pameran, mengamati orang lain bekerja atau bermain.
2.      Kegiatan moral: mengemukakan suatu fakta atau prinsip, menghubungkan suatu kejadian, mengajukan pertanyaan, memberi saran, mengemukakan pendapat, berwawancara, diskusi dan interupsi.
3.      Kegiatan mendengarkan: mendengarkan penyajian bahan, mendengarkan percakapan atau diskusi kelompok, mendengarkan permainan, mendengrkan radio.
4.      Kegiatan menulis: menulis cerita, menulis laporan, memeriksa karangan, bahan-bahan fotokopian, membuat out-line atau rangkuman, mengerjakan tes, mengisi angket.
5.      Kegiatan menggambar: menggambar, membuat grafik, chart, diagram, peta, pola.
6.      Kegiatan motorik: melakukan percobaan, memilih alat-alat, melaksanakan pameran, membuat model, menyelenggarakan permainan, menari, berkebun.
7.      Kegiatan mental: merenungkan, mengingat, memecahkan masalah, menganalisis faktor-faktor, melihat hubungan, membuat keputusan.
8.      Kegiatan emosional: minat, membedakan, berani, tenang, dan lain-lain. Kegiatan nomor 8 terdapat dalam suatu jenis kegiatan dan saling lingkup.[30]
Gertrude M. Whipple membagi kegiatan-kegiatan murid sebagai berikut:
1.      Bekerja dengan alat-alat visual
a.       Mengumpulkan gambar-gambar dan bahan-bahan ilustrasi lainnya.
b.      Mempelajari gambar-gambar, stretograph, slide, film-film khusus, mendengarkan penjelasan-penjelasan, mengajukan pertanyaan.
c.       Mengulangi pameran
d.      Mencatat pertanyaan-pertanyaan yang menarik minat sambil mengamati bahan-bahan visual.
e.       Memilih alat-alat visual ketika memberikan laporan lisan.
f.       Menyusun pameran, menulis tabel dan penjelasan-penjelasan.
g.      Mengatur file material untuk dipergunakan kelak.
2.      Ekskursi dan trip
a.       Mengunjungi musium, akuarium, kebun binatang.
b.      Mengundang lembaga-lembaga atau jawatan-jawatan yang dapat memberikan keterangan-keterangan dan bahan-bahan.
c.       Menyaksikan demonstrasi, seperti pabrik sabun, kedudukan surat kabar.
3.      Mempelajari masalah-masalah
a.       Mencari informasi untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan penting.
b.      Mempelajari ensiklopedi dan buku-buku referensi.
c.       Membawa buku-buku dari rumah dan dari perpustakaan umum untuk melengkapi koleksi sekolah.
d.      Mengirim surat kepada badan-badan usaha untuk memperoleh informasi dan bahan-bahan.
e.       Melaksanakan petunjuk-petunjuk yang diberikan oleh guide sheet yang telah dipersiapkan oleh biru.
f.       Membuat catatan-catatan sebagai persiapan laporan dan diskusi-diskusi.
g.      Menafsirkan peta untuk menemukan lokasi-lokasi.
h.      Melakukan eksperimen, misalnya membuat sabun.[31]
4.      Mengapresiasi literatur
a.       Membaca cerita-cerita yang menarik.
b.      Membaca sajak-sajak untuk kesenian.
c.       Mendengarkan bacaan untuk kesenangan dan informasi.
5.      Ilustrasi dan konstruksi
a.       Membuat chart dan diagram.
b.      Membuat blueprint.
c.       Menggambar dan membuat peta, memproduksi peta, peta relief, dan pictorial map.
d.      Membuat poster.
e.       Membuat ilustrasi.
f.       Menyusun rencana permainan.
g.      Menyiapkan frieze.
h.      Membuat artikel untuk pameran.
6.      Bekerja menyajikan informasi
a.       Menyarankan cara-cara menyajikan informasi yang menarik.
b.      Menyensor bahan-bahan dalam buku-buku.
c.       Menyusun buletin secara up-tu-date.
d.      Merencanakan dan memberikan program asembly.
e.       Menulis dan menyajikan dramatisasi.[32]
7.      Check dan test
a.       Mengerjakan informasi dan standardized test.
b.      Menyiapkan tes-tes untuk murid lain.
c.       Menyusun grafik perkembangan.
Untuk menentukan kegiatan-kegiatan belajar mana yang akan dipilih, sebaiknya kita memperhatikan kriteria sebagai berikut:
1.      Kegiatan itu hendaknya dikenal oleh anak dan dirasakan kegunaannya oleh murid untuk mencapai tujuan.
2.      Kegiatan-kegiatan itu dipahami oleh guru dalam menuntun anak-anak ke tujuan yang dinginkan.
3.      Sesuai dengan kematangan kelompok, merangsang, achivable, menuju ke belajar yang baik.
4.      Kegiatan itu banyak varietasnya untuk memperkembangkan anak secara seimbang terhadap banyaknya individu dan aktivitas kelompok.
5.      Memungkinkan pengguna sumber-sumber sekolah dan masyarakat.
6.      Kegiatan-kegiatan itu sesuai dengan perbedaan-perbedaan individu.[33]
BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Dalam belajar, seseorang tidak akan dapat menghindarkan diri dari suatu situasi. Situasi akan menentukan aktivitas apa yang akan dilakukan dalam rangka belajar. Bahkan situasi itulah yang mempengaruhi dan menentukan aktivitas belajar apa yang dilakukan kemudian. Setiap situasi di manapun dan kapanpun memberikan kesempatan belajar kepada seseorang.
Adapun aktivitas-aktivitas belajar tersebut antara lain: mendengarkan, memandang,meraba/membau/ mencicipi/mengecap, menulis atau mencatat, membaca, membuat ikhtisar atau ringkasan serta menggarisbawahi, mengamati tabel-tabel/diagram-diagram serta bagan-bagan, menyusun paper atau kertas kerja, mengingat, berpikir, dan latihan atau praktek.
Aktivitas belajar akan berjalan dengan baik apabila didukung oleh para pengajar serta anak didiknya, keduanya akan saling berinteraksi. Maka dari itu diharapkan jenis-jenis, aktivitas-aktivitas, dan  kegiatan belajar yang dibahas dalam makalah ini akan dapat memberikan pedoman bagi para pembaca dalam hal proses belajar maupun mengajar agar proses tersebut berjalan dengan baik atau sesuai dengan yang diharapkan.
DAFTAR PUSTAKA
Syah, Muhibbin, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2000.
Slameto, Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: PT Rineka Cipta, 1995.
Bahri Djamarah, Syaiful, Psikologi Belajar. Jakarta: PT Rineka Cipta, 2002.
Ahmadi, Abu, Strategi Belajar Menagajar (SBM). Bandung: CV Pustaka Setia, 1997.
Hamalik, Oemar, Pendekatan Baru Strategi Belajar Mengajar Berdasarkan CBSA. Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2001.

FOOT NOTE DIBAWAH



[1]  Slameto, Belajar dan Faktor-faktor yang mempengaruhinya.(Jakarta: PT Rineka Cipta, 1995), hal.2
[2] Muhibbin, Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru.(Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2000), hal.122
[3]Ibid,  hal.122-123
[4] Ibid, hal.123
[5] Ibid, hal.123-124
[6] Ibid, hal.124
[7] Slameto, Belajar dan Faktor-faktor yang mempengaruhinya.(Jakarta: PT Rineka Cipta, 1995), hal.5
[8] Ibid, hal.5-6
[9] Ibid, hal.6
[10] Ibid, hal.6-7
[11] Ibid, hal.7
[13] Syaiful ,Bahri Djamarah, Psikologi Bealajar. (  Jakarta: Rineka Cipta,20002 ), hal.28-29
[14] Ibid, hal.30
[15] Ibid, hal.30-32
[16] Ibid, hal.32-33
[17] Ibid, hal.36-37
[18] Ibid, hal.37
[19] Ibid, hal.38
[20] Ibid, hal.38-39
[21] Ibid, hal.39-40
[22] Ibid, hal.40                                                             
[23] Ibid, hal.41
[24] Ibid, hal.42
[25] Ibid, hal.43 
[26] Ibid, hal.44
[27] Ibid, hal.44-45
[28] Ibid, hal.45
 [29] Abu, Ahmadi, Strategi Belajar Mengajar (SBM). (Bandung: CV. Pustaka Setia, 1997), hal.125
 [30] Ibid, hal. 126
[31] Oemar, Hamalik, Pendekatan Baru Strategi Belajar Mengajar Berdasarkan CBSA. ( Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2001), hal.21-22
[32] Ibid, hal. 23
[33] Ibid, hal. 23-24

Tidak ada komentar: